Jul 31, 2014

Berharap Tanpa Kepastian? Jangan


Baru-baru ini traffic light di kota gue durasi detiknya udah dicopot, jadi yang selama ini bapak-bapak, ibu-ibu, om, tante, nyonya, mantan calon gebetan, calon mantan yang gak jadi, pacar orang, suami atau istri orang yang biasanya di 5 detik akhir mau hijau udah kebelet pengen nge-gas kendaraan mereka, sekarang udah gak ada lagi, karena gak tau apa-apa kadang udah hijau aja. Lebih baik gini sih.

Tapi sebenernya itu bukan kota gue, gue cuma dilahirkan dan tumbuh besar di kota itu makanya gue bilang itu kota gue. Jadi kepastiannya adalah kota itu cuma kota dimana gue tinggal aja, bukan kota gue. Meskipun seharusnya tentang ini gak gue jelasin karena emang gak penting, tapi sayang karena udah ketulis.

Dulu waktu traffic light masih ada durasi detiknya, gue tau sampai kapan gue harus menunggu. Tapi sekarang, setelah durasi detiknya udah dilepas, gue duduk diatas motor kadang sambil kepikir "harus sampai kapan gue nunggunya" atau "kapan ijonya?".


Di dunia nyata, gue lebih senang traffic light itu gak ada durasi detiknya karena bisa menertibkan lalu lintas. Tapi di dunia itu dikait-kaitkan dengan asmara, gue lebih senang traffic light itu ada. 

Waktu lagi duduk diatas motor dan nunggu lampu ijo nya nyala, gue selalu berharap dan elo pasti selalu berharap lampu ijonya buru-buru nyala. Karena menunggu itu paling membosankan, apa lagi kalau udah nunggu lampunya ijo tau-tau lampunya merah semua, bukan merah kuning ijo. Kecewa yang ada, udah nunggu lama tau-taunya, ergh.

Sama halnya dengan berharap, gue selalu pengen ketika gue berharap semuanya sama kayak waktu gue lagi mau nonton di bioskop. Gue beli tiket jam 2 siang, sedangkan jadwal nontonnya jam 7 malem. Gpp lama banget, gue rela nunggu, gue bisa muter-muter mall buat habisin waktu sampai akhirnya gak terasa udah jam 6 lebih 40 menit.

Maksudnya? Ya, maksudnya gue rela nunggu lama karena penantian gue punya kepastian. Biar lama, asal jelas. Tapi ya jangan kelamaan juga.


EmoticonEmoticon